A L U M N I S A F

MEDIA KOMUNIKASI PARA ALUMNI
TK - SD - SMP - SMA SALMAN AL FARISI
GURU - SISWA - KARYAWAN - ORANG TUA

Sabtu, 29 Desember 2007

PERANG PEMIKIRAN

Fenomena Ghazwul Fikri

Seorang wanita berjilbab rapi tampak sedang bersemangat mengajarkan sesuatu kepada murid-muridnya. ia duduk menghadap murid-muridnya. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Sang guru berkata, 'Saya punya permainan... Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada penghapus. Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah 'Kapur!',jika saya angkat penghapus ini, maka berserulah 'Penghapus!' Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Sang guru berganti-gantian mengangkat antara kanan dan kiri tangannya, semakin lama semakin cepat.

Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata, 'Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah 'Penghapus!', jika saya angkat penghapus, maka katakanlah 'Kapur!'. Dan dijalankanlah adegan seperti tadi, tentu saja murid-murid kerepotan dan kelabakan, dan sangat sulit untuk merubahnya. Namun lambat laun, mereka bisa beradaptasi dan tidak lagi sulit.

Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya. 'Anak-anak, begitulah kita ummat Islam. Mulanya yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Kita begitu jelas membedakannya. Namun kemudian, musuh-musuh kita memaksakan kepada kita lewat berbagai cara, untuk membalik sesuatu, dari yang haq menjadi bathil, dan sebaliknya. Pertama-tama mungkin akan sulit bagi kita menerima hal tersebut, tapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan kalian mulai mengikutinya. Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik nilai.'

'Pacaran tidak lagi sesuatu yang tabu, selingkuh dan zinah tidak lagi jadi persoalan, pakaian mini menjadi hal yang lumrah, sex before married menjadi suatu hiburan, materialistis dan permisive kini menjadi suatu gaya hidup pilihan, tawuran menjadi trend pemuda... dan lain lain.'

'Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disadari, kalian sedikit demi sedikit menerimanya. Paham?' tanya Ibu Guru kepada murid-muridnya. 'Paham buu...'

'Baik permainan kedua...' begitu Bu Guru melanjutkan. 'Bu Guru punya Qur'an, Ibu letakkan di tengah karpet. Nah, sekarang kalian berdiri di luar karpet. Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur'an yang ada di tengah tanpa menginjak karpet?' Nah, nah, nah. Murid-muridnya berpikir keras. Ada yang punya alternatif dengan tongkat, dan lain-lain.

Akhirnya Sang Guru memberikan jalan keluar, ia gulung karpetnya, dan ia ambil Qur'annya. Ia memenuhi syarat, tidak menginjak karpet.

'Anak-anak, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya... Musuh-musuh Islam tidak akan menginjak-injak kalian dengan terang-terangan... Karena tentu kalian akan menolaknya mentah mentah. Preman pun tak akan rela kalau Islam dihina di hadapan mereka. Tapi mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak sadar.'

'Jika seseorang ingin membangun rumah yang kuat, maka dibangunnyalah pondasi yang kuat. Begitulah Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau membongkar pondasinya dulu, tentu saja hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dulu, kursi dipindahkan dulu, lemari disingkirkan dulu satu persatu, baru rumah dihancurkan...'

'Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kita. Ia tidak akan menghantam terang-terangan, tapi ia akan perlahan-lahan mencopot kalian. Mulai dari perangai kalian, cara hidup kalian, model pakaian kalian, dan lain-lain, sehingga meskipun kalian muslim, tapi kalian telah meninggalkan ajaran Islam dan mengikuti cara yang mereka... Dan itulah yang merekainginkan.'

'Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri [perang pemikiran]. Dan inilah yang dijalankan oleh musuh musuh kalian... Paham anak-anak?' 'Paham buu!'

'Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Islam, Bu?' tanya mereka. 'Sesungguhnya dahulu mereka terang-terangan menyerang, semisal Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tapi sekarang tidak lagi.' 'Begitulah Islam... Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya ambruk. Tapi kalau diserang serentak terang-terangan, mereka akan bangkit serentak, baru mereka akan sadar.'

Kalau saja ummat Islam di Ambon tidak diserang, mungkin umat Islam akan lengah terhadap sesuatu yang sebenarnya selalu mengincar mereka. Paham anak-anak?' 'Paham Buu..' 'Kalau begitu, kita selesaikan pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdoa dahulu sebelum pulang...'

Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya.


source : unknown

Senin, 24 Desember 2007

Iedul Qurban - Nenek


Dan Nenek pun Berqurban
EMBUN TAUSHIYAH -



Saya punya cerita yang mudah-mudahan bisa ngenggugah hati temen-temen, true story loh, and kalau idul Adha pasti ngingetin ane...[ Dia Maha Kasih dalam memberi peringatan pada hambaNya].Suatu siang yang panas di penjualan kambing kurban, waktu itu seorang akhwat minta temeni beli kambing untuk aqiqah putrinya...

Setelah pilih-pilih kambing , ane liat kambing yang paling bagus 'n gemuk , temen ane nawar harganya , ehh ... ternyata terlalu mahal untuk ukuran kantong temen ane...

Tiba-tiba datang seorang nenek tua, kira-kira berusia 70 tahunan , ternyata dia mau beli kambing juga. dan milih kambing yang ane pilih.

Iseng-iseng ane tanya, 'buat apa kambingnya nek? si nenek bilang kalau dia mau beli kambing buat kurban. trus ane tanyalagi,' kok belinya sendiri emangnya nggak ada anak, atau saudara nenek yang mau nganterin untuk beli kambing.??? '

ehhh, ternyata si nenek udah lama hidup sebatang kara, 'n untuk ngidupin kebutuhan sehari-hari dia jualan sapu lidi yang dibuatnya sendiri dari pelepah daun kelapa dan daun pisang.

iseng-iseng ane tanya ,' subhanallah yach nek, nenek masih sanggup berkorban.' Si nenek pun tersenyum 'n ini satu hal yang nggak bisa ane lupain , ternyata si nenek bukan saat itu saja berkorban tapi sudah beberapa tahun ia berkorban.

teman, ternyata dia menabung setiap hari seribu rupiah, hasil menjual sapu lidi dan daun-daun pisang. trus dia bilang ,' neng , gusti Allah sudah demikian sayang sama nenek, tiap hari dia memberi nenek nikmat-nikmat yang hanya dapat nenek hargai dengan seribu rupiah sehari, neng kalau Dia memberi rezeki lebih, sebenarnya nenek ingin pergi haji, tapi neng tahu sendiri ongkos ke sana berapa dan fisik nenek udah nggak memungkinkan ...

Nenek tahu gusti Allah Maha kaya dan nggak perlu dengan unag seribu yang nenek korbani tiap hari , tapi hanya ini yang bisa nenek korbankan untuk membalas setiap nikmatNya...

Teman, ane jadi malu pada diri ane sendiri , ternyata seorang nenek mau bersusah payah berkorban tiap tahun untuk membalas berjuta nikmat yang telah dilimpahkanNYa tiap hari, sedang ane yang telah di beri rezeki lebih terkadang masih merasa sayang, bila harus membeli kambing untuk berkorban...

walaupun peristiwa ini sudah terjadi 5 tahun yang lalu tapi kalau idul adha tiba ane selalu teringat sama si nenek... dia masih hidup nggak yach...???

EndangS