A L U M N I S A F

MEDIA KOMUNIKASI PARA ALUMNI
TK - SD - SMP - SMA SALMAN AL FARISI
GURU - SISWA - KARYAWAN - ORANG TUA

Kamis, 22 Januari 2009

Pelajaran Berharga








kamal kiki dan reuni angkatan ke-1 smp saf ( sif lach.. ) tetap kompak




Pelajaran Berharga Hari Ini

oleh Oktavina Qurrota Ayun (catatan) ( alumni SD SAF, angk.ke-2 )

Jika Tuhan adalah seorang sutradara, maka dunia ini sungguh adalah suatu karya masterpiece-Nya. Saya terkesima pada bagaimana Ia membuat dunia ini berjalan; sungguh indah jika kita mau melihat, menyimak, dan menikmati setiap detail dari setiap cerita.

Hari ini saya mengalami satu pengalaman yang mengguncang hati dan pikiran saya. Terdengar lebay? Haha. Ngga kok, saya ngga melebih-lebihkan. Apa yang saya alami tadi sore bener-bener menyentuh, bikin saya terharu sampai menangis tersedu-sedu. (Yep, saya memang cengeng!)

Jadi sore tadi, saya dan pacar lagi jalan di belakang rumah sakit Boromeus menuju cafe Ngopi Doeloe atas (kalo kamu orang Bandung, pasti tau kalo di Dago ada 2 NgopDoel yang letaknya berdekatan). Hari ini hari yang cukup kelabu bagi si Pacar, karena nilai2 semester lalu udah keluar, dan dia merasa nilainya belum ada peningkatan yang signifikan. Sementara saya sendiri juga merasa hari ini berada pada salah satu low point, tapi saya sedang berusaha habis-habisan untuk menghibur pacar.

Lalu tiba-tiba datang seorang bapak. Pakaiannya sederhana, kemeja hijau tipis dan celana. Ia memakai sendal jepit dan napasnya terengah-engah. Ekspresi wajahnya menampakkan campur aduk emosi antara lelah, kalut, dan sedih menjadi satu. Bapak itu bertanya dengan suara lirih di antara napasnya yang tersengal-sengal, "Dik, tau nggak apotek yang murah, yang mau dihutangi sebentar? Saya tinggal KTP dulu nggak apa-apa, saya baru punya duit setengahnya..."

Saya dan Pacar saling berpandangan. Kami pun mulai menyebut nama-nama apotek terdekat yang terlintas di pikiran. Tapi bapak itu menggeleng, ia bilang ia sudah berkeliling ke apotek-apotek yang kami sebutkan dan mereka semua menolak menolongnya. Akhirnya ia hanya berterima kasih pada kami berdua dan berjalan pergi sambil menyebut nama Allah dan berkata, "Semoga kebaikan Neng dibales Allah ya..."

Saya merasa pagu memandangi punggung pria tua itu, membayangkan ia berkeliling-keliling di hari yang panas hanya dengan sepasang sandal jepit tipis. Di kejauhan, saya lihat ia sepertinya merasa lelah, kemudian duduk di trotoar.

Pacar saya lalu berkata, "Aku mau kasih bapak itu uang deh, sepuluh-dua puluh ribu lah. Semoga bisa meringankan bebannya..."

Akhirnya saya juga setuju kalau kami berdua patungan untuk membantu si Bapak dengan uang seadanya yang kami punya di dompet. Pacar saya berlari menyusul bapak itu dan memberikan uang kami.

Awalnya bapak itu terlihat ragu, tapi akhirnya diterimanya juga uang itu. Ia mencium uang pemberian kami dengan penuh rasa syukur, saya bisa melihat itu di wajahnya. Ekspresi syukur yang benar-benar tulus, seolah-olah kami telah memberinya uang beberapa belas juta. Akhirnya ia bercerita bahwa orang yang sakit itu (aduh, saya lupa, anaknya/cucunya/istrinya) tengah sakit asma, dan sebelumnya, kakinya diamputasi. Sekarang mereka kehabisan obat asma, dan resep yang diterimanya tak bisa ditebusnya, karena uang di kantongnya hanya beberapa puluh ribu saja.

Setelah berulang-ulang mengucap syukur dan terima kasih pada kami berdua, ia pun pergi lagi. Mungkin sedikit bantuan dari kami itu memberi sedikit kekuatan lagi di kakinya untuk kembali berjalan, meneruskan perjuangannya. Mungkin saja.

Yang jelas, melihatnya berlalu seperti itu, banyak hal terpikir di otak saya. Bahwa bantuan yang kami berikan itu terlalu sedikit, bahkan tak mencukupi untuk membeli obatnya. Bahwa andai saja sore ini saya membawa mobil, pasti akan kami antar ia berkeliling hingga obat bisa digenggamnya pulang.

Bahwa di sekeliling kita masih banyak orang yang miskin dan bahkan tak mampu untuk membeli obat, sementara sebagian dari kita terlalu sibuk berfoya-foya. Membelanjakan uangnya untuk hal-hal yang bahkan tak begitu dibutuhkannya.

Bahwa terkadang, kita terlalu banyak mengeluh betapa menderitanya diri kita, betapa banyaknya masalah kita, tanpa kita menyadari bahwa di sekitar kita mungkin saja ada orang yang jauh, jauh, jauh lebih menderita.

Dan masih banyak lagi perasaan yang berkecamuk di pikiran, yang masih terbawa hingga saya pulang dan menulis posting ini.

Waw. Betapa hebatnya cara Tuhan menyampaikan pada saya pelajaran berharga ini.

Walau menyesal, andai saja saya memilih untuk membawa mobil hari ini, mungkin kami tidak akan bertemu dengan beliau. Lalu kami tak punya kesempatan untuk menolongnya...

Andai saya tidak kesal sama waiter NgopDoel bawah, dan memutuskan untuk pindah ke Ngopdoel atas, mungkin saya tidak akan bertemu dengan beliau. Dan saya akan tetap mengutuk hari ini sebagai suatu hari yang ultra-menyebalkan.

Andai saya tidak bertindak impulsif di tengah jalan: belok ke warung bakso malang di belakang Boromeus, mungkin kami akan sampai di NgopDoel atas lebih cepat dan tidak akan sempat bertemu beliau. Lalu kami akan melewatkan suatu pelajaran yang begitu berharga hari ini. Pelajaran yang membuat saya terharu dan terpana, betapa indah cara Tuhan menjalankan dunia ini...

thank vin...

Selasa, 20 Januari 2009

israel biadab






Setelah Dibunuh, Teroris Israel itu Membiarkan Anjing Memakannya,Bagikanoleh
Fanny Fahmiati (catatan)

"Ya Allah, aku tidak pernah melihat pemandangan yang mengerikan seperti ini,” jerit Kayed Abu Aukal. Doktor emergency itu tak percaya dan tak tahu lagi kata-kata apalagi yang bisa diungkapkan untuk menggambarkan kekejian Israel. Dia tak percaya, dirinya sendiri telah melihat beberapa hari sekembalinya untuk melihat Jenazah balita Shahd. Tubuh anak kecil perempuan yang berumur 4 tahun itu terkoyak-koyak dimakan anjing-anjing Israel.

Shahd tewas dan telah menjadi syuhada cilik ketika peluru kendali Israel ditembakkan ke belakang rumahnya di Kamp Pengungsian Jabaliya sebelah Utara Jalur Gaza. Saat itu, gadis cilik yang lucu tersebut tengah bermain.

Orangtua Shahd mencoba menyelamatkan putri kesayangannya yang telah bersimbah darah itu. Ketika ia mencoba mengambil jasad Shahd, pasukan teroris Israel menghujaninya dengan tembakan dari kejauhan.
Selama lima hari berkutnya jasad gadis balita itu telah terkoyak-koyak dirobek anjing yang dilepaskan oleh tentara Israel. “Anjing-anjing itu tidak menyisakan satu bagian pun dari tubuh anak kecil itu,” kata Abu Aukal.

“Kami telah melihat pemandangan yang menyayat hati selama 18 hari ini. Kami telah mengambil jasad anak-anak yang tubuhnya robek atau terbakar, tetapi belum pernah kami melihat hal seperti ini,” katanya lagi.

Melihat jenazah adik perempuannya yang masih balita menjadi santapan anjing-anjing tentara Israel, saudara laki-laki Shahd bernama Matar dan sepupunya bernama Muhammad, nekad mendekati jenazah Shahd. Keduanya pun dihujani peluru Israel sebelum keduanya dapat mencapai tubuh Shahd. Matar dan Muhammad pun menjadi syuhada, menambah daftar warga palestina yang syahid yang hingga hari ini telah mencapai 1.001 orang syahid sejak pembantaian 27 Desember lalu.

Sengaja

Omran Zayda, seorang tetangga Shahd, mengatakan, orang Israel mengetahui apa yang mereka lakukan itu. “Mereka memburu keluarga Shahd dan mencegahnya untuk sampai ke tubuh Shahd, dan mereka tahu bahwa anjing-anjing itu akan memakannya,” kata Zayda.

“Mereka tidak hanya membunuh anak-anak kami, mereka sengaja melakukannya dengan cara yang paling kejam dan biadab,” Zayda mengatakan kata-katanya, bahkan kamera, tidak dapat menggambarkan pemandangan yang mengerikan itu.

“Kalian tidak akan pernah membayangkan apa yang telah dilakukan oleh anjing-anjing itu terhadap tubuh Shahd yang tak berdosa itu,” katanya sambil terisak-isak tak tahan mencucurkan air matanya.

Sejumlah warga palestina mengungkapkan, apa yang menimpa Shahd bukanlah yang pertama. Banyak warga mereka mengalami hal yang sama dengan Shahd. Di Jabaliya, saat keluarga Abd Rabbu sedang memakamkan tiga anggota keluarganya yang telah syahid, pasukan biadab Israel menembaki mereka, kata saksi mata.

Orang-orang pun berlarian mencari perlindungan dari tembakan brutal itu. Tentara-tentara Israel kemudian melepaskan anjing-anjingnya ke arah jenazah anggota keluarga Abdu Rabbu yang belum sempat dimakamkan itu. “Apa yang terjadi kemudian sangat mengerikan dan tidak bisa dibayangkan,” kata Saad Abd Rabu, pamanya.

“Anak-anak kami tewas di depan mata kami dan kami dicegah untuk memakamkannya. Orang-orang Israel hanya melepaskan anjing-anjing mereka ke arah jenazah itu, bahkan seakan-akan mereka tidak cukup dengan kekejaman yang telah mereka lakukan itu,” jeritnya.

Biadab

Benar-benar biadab apa yang telah dilakukan oleh teroris Israel itu. Di tengah-tengah diamnya para tentara-tentara negeri-negeri Muslim, dengan leluasa penjajah Israel melakukan kebiadabannya. Bahkan kekejian di atas benar-benar biadab. Hingga hari ini para penguasa negeri-negeri Muslim masih diam bahkan bersekongkol dengan membiarkan pembantaan terus terjadi.

Media dunia yang dikuasai Israel, menggiring opini seolah-olah tindakan Israel itu wajar. Padahal, lihatlah betap kekejaman mereka lebih dari serangan teroris yang tak beradab. Bohong, jika teroris Israel itu hanya memburu Hamas. Yang terjadi adalah tindakan brutal dan biadab terhadap warga sipil yang kebanyakan mereka anak-anak kecil dan perempuan. Tak puas hanya membunuh warga Gaza, teroris Israel itu juga melepaskan anjing-anjingnya untuk memakan jenazah syuhada Gaza. Biadab!

Sampai kapan kebiadaban Israel ini terhenti? Lalu di manakah para pelindung anak-anak Palestina? Dimanakah tentara-tentara Muslim yang akan menyelamatkan anak-anak Gaza itu? Di manakah tentara-tetara negeri Islam yang akan menyelamatkan ayah dan ibu mereka? Di manakah Amir umat ini?

Sungguh hanya orang yang biadab saja, yang membiarkan Israel membantai Gaza. Lalu mereka menyibukkan diri dengan perundingan sementara mereka memiliki pasukan dan perlengkapan perang. Mereka enggan untuk menyelamatkan Gaza dengan mengerahkan pasukan yang akan menghancurkan penjajah Israel itu! Nasionalisme dan cengkraman PBB telah membuat mereka diam.

Benar, hanya Khilafah saja yang akan menjaga dan melindungi kehormatan kaum Muslim. Tidak seperti hari ini, ketika Khilafah tidak ada, negeri-negeri kaum Muslim telah disekat oleh batas semu nasionalisme. Sementara para penguasanya enggan untuk