A L U M N I S A F

MEDIA KOMUNIKASI PARA ALUMNI
TK - SD - SMP - SMA SALMAN AL FARISI
GURU - SISWA - KARYAWAN - ORANG TUA

Kamis, 17 April 2008

MODAL JADI PENGUSAHA

Modal Menjadi Pengusaha

Dua Modal Utama Antara penting dan utama
Penting manakah modal tangible (materi) dan modal intangible(nonmateri)? Kalau pertanyaannya adalah penting mana, tentu harus dijawab keduanya penting. Berusaha butuh modal material – finansial seperti halnya juga butuh modal akal (intangible). Tetapi jika pertanyaannya adalah, manakah yang harus diutamakan lebih dulu, maka pengalaman sejumlah pengusaha dan kesimpulan pakar di bidang usaha, mengatakan bahwa modal intangible harus lebih dulu diutamakan.
Tidak saja Henri Ford yang mengakui ini. Pak Bob Sadino, Pak Cik, dan Bu Martha Tilar, rupanya juga kesimpulan yang sama. “Banyak sekali orang yang menerjemahkan modal dengan uang atau benda-benda. Sebetulnya dari pengalaman saya, modal intangible itu awal yang nantinya diikuti oleh modal tangible”, jelas Pak Bob (majalah Manajemen, April, 2003)
Apa yang dikatakan Pak Bob itu rupanya memiliki esensi yang sama dengan kesimpulan George Torok. (George Torok,The Yukon Spirit: Nurturing Entrepreneurs ,www.torok.com).Torok yang banyak melakukan penelitian terhadap kehidupan para pengusaha menyimpulkan bahwa tidak semua orang yang punya modal tangible bisa disebut pengusaha. Bisa saja mereka menjadi pengusaha dalam waktu seminggu sebulan atau beberapa bulan ke depan tetapi selebihnya mereka bukan lagi pengusaha. Menurut Torok, modal intangible yang dibutuhkan untuk menjadi pengusaha adalah
1. Memiliki dorongan batin yang kuat untuk maju (personal drive)
2. Memiliki fokus yang tajam tentang apa yang dilakukanya dan kemana dia akan membawa usahanya (focus)
3. Memiliki kemampuan yang kuat untuk berinovasi (produk, sistem, cara, metode, service, dst)
4. Memiliki sikap mental “Saya bisa” (The I can mental attitude) dalam menghadapi persoalan-persoalan yang kedatangannya seperti tamu tak diundang.
5. Memiliki kemandirian dalam mengambil keputusan (berdasarkan pengetahuan, pengalaman, skill, intuisi, dan akal sehatnya).
6. Memiliki kemampuan untuk “tampil beda” atau memunculkan keunggulan-keunggulan (kreatif)
Mengapa harus lebih dulu diutamakan? Saya tidak tahu alasan spiritual-mistikal yang mengilhami para pengusaha itu berkesimpulan demikian. Tetapi secara logika, ada sedikitnya dua alasan yang bisa kita pahami:
Pertama, Seandainya kita punya modal tangible yang bagus tetapi kita tidak memiliki modal intangible yang bagus, maka modal tangible kita bukan malah akan bertambah. Modal itu akan berkurang dan bahkan bukan tidak mungkin akan ludes. Contoh-contohnya sudah seabrek di sekeliling kita. Tetapi seandainya kita punya modal intangible yang bagus sementara kita tidak memiliki modal tangible yang berlimpah, ini masih bisa diatasi. Sudah banyak kita saksikan pengusaha yang mengawali usahanya dengan modal yang sedikit atau pas-pasan bahkan kurang (istilahnya modal dengkul), tetapi karena ulet, kreatif, tekun, dan punya jaringan yang luas, akhirnya usaha itu mengalami kemajuan yang menggembirakan.
Kedua, keahlian tidak bisa dibeli atau tidak bisa dipinjam dari orang lain. “You cannot buy the skill to be great”. Uang bisa dipinjam, gedung bisa disewa atau boleh numpang sementara, produk bisa ‘nge-sub’ tetapi keahlian menjalankan bisnis, tentu tak mengenal istil beli, pinjam, apalagi ngesub atau numpang. Kalau Anda tidak bisa atau tidak ahli, maka buktinya langsung nyata dalam bentuk antara lain: gagal, rugi, tidak efektif, tidak efisien, tidak untung, dan lain-lain.
Ada kebenaran umum (folk wisdom) yang terkadang lupa kita pikirkan secara masak. Kita sering mendengar ada orang mengatakan, “Orang ahli kan bisa dibeli. Apa susahnya kita merekrut sarjana ahli lalu kita gaji untuk menjalankan bisnis kemudian kita tinggal menerima untungnya saja …. “. Kebenaran umum seperti ini memang benar tetapi prakteknya tidak benar bagi semua orang. Bagi mereka yang sudah ahli dalam me-manage manusia, kebenaran umum ini benar. Tetapi bagi yang belum punya keahlian dalam hal “managing people”, seringkali kebenaran umum itu belum benar di lapangan. Belum benar di sini artinya rencana kita gagal karena kita tidak memiliki keahlian yang memadai dengan masalah yang kita hadapi.
Kesimpulannya, menerjuni usaha di bidang apapun memang butuh uang, butuh dana, butuh fasilitas, butuh materi. Modal tangible seperti ini wajib hukumnya. Tetapi, memiliki modal tangible yang memadai belum dapat menjamin kelangsungan usaha. Untuk poin yang terakhir ini lebih banyak ditentukan oleh modal intangible yang kita miliki. Modal intangible di sini adalah “kualitas SDM” kita yang sesuai dengan bidang usaha yang kita geluti. Modal yang terakhir inilah yang akan menentukan apakah kita akan menjadi pengusaha sebulan atau seumur hidup.
Memang benar bahwa yang diinginkan oleh semua orang adalah memiliki modal tangible yang berlimpah (punya cadangan uang cash berlipat, punya fasilitas kerja yang lengkap, dan punya kantor yang representatif) dan juga modal intangible yang bagus (punya kemampuan berbisnis yang handal, punya kemampuan mengolah produk yang bagus, punya kemampuan memasarkan produk yang jitu, punya kemampuan membina jaringan yang kokoh, dan lain-lain).Cuma saja, keadaan ideal itu sangat jarang terjadi.
Tak hanya itu, memiliki modal tangible yang bagus dan memiliki modal intangible yang bagus pula, biasanya terjadi sebagai akibat dari sebuah sebab, atau sebagai sebuah hasil dari sebuah proses. Artinya, pengusaha yang memiliki keduanya adalah pengusaha yang sudah berhasil menjalankan usahanya, bukan orang yang baru memulai berusaha. Untuk orang yang baru memulai merintis usaha, problem umum yang dihadapi adalah problem yang muncul sebagai akibat adanya keterbatasan, antara lain: terbatas modalnya, terbatas SDM-nya, terbatas, materinya, terbatas fasilitasnya, terbatas dalam mengantisipasi perubahan, terbatas pelanggannya, dan lain-lain. Karena itulah, maka modal intangible jauh lebih perlu didahulukan.
STREET SMART
Ada dilema tersendiri yang harus dihadapi oleh calon pengusaha pemula. Kalau ia batalkan keinginannya untuk menjadi pengusaha karena takut resiko, takut pada berbagai kemungkinan buruk, tentu saja ia tidak akan pernah menjadi pengusaha atau tidak akan pernah paham seluk beluk memulai usaha. Tetapi, bila ia terus nekad untuk menjadi pengusaha dengan modal pas-pasan, tidak berarti ini akan ada jaminan berhasil. Gagal dalam arti “tembakan kita meleset” tentu ini biasa dalam usaha. Tetapi gagal dalam arti kehabisan peluru, kehilangan sumber penghasilan, menanggung hutang, kehilangan pekerjaan, tentu ini beda efeknya bagi kita.
Jadi, bagaimana berkelit dari dilema yang sulit seperti ini? Kalau dijawab dengan kata-kata, mungkin tidak akan habis kita menulisnya dengan tinta air laut. Ada sekian jawaban, ada sekian alternatif, dan ada sekian opsi. Sebagai tambahan dari jawaban yang sudah kita miliki, saya ingin mengingatkan satu istilah yang sangat populer di dunia usaha. Istilah itu adalah street smart.
Menurut pengertian yang lazim dipahami, street smart artinya cerdas di lapangan. Gambaran aplikatifnya mungkin pernah dijelaskan oleh Pak Bob dalam sebuah seminar di Jakarta beberapa tahun lalu (Majalah Manajemen, April 2003):
“Cukup satu langkah awal. Ada kerikil saya singkirkan. Melangkah lagi. Bertemu duri saya sibakkan. Melangkah lagi. Terhadang lubang saya lompati. Melangkah lagi. Bertemu api saya mundur. Melangkah lagi. Berjalan terus dan mengatasi masalah.”
Street smart termasuk modal intangible yang luar biasa peranannya. Saya pernah membaca hasil survei yang menanyakan tentang sejauhmana relevansi antara latar belakang pendidikan dengan pekerjaan hari ini (ExecuNet: 2005). Hasilnya tercatat seperti berikut:
• 46 % menjawab relevansi itu sangat dekat.
• 39 % menjawab relevansi itu ada
• 15 % menjawab relevansi itu tidak ada sama sekali
• 84 % menjawab begini: “street smarts” is more important in business than an advanced degree.
Jadi, yang diperlukan dari kita adalah kecermatan, keberanian dan kesiapan. Kita perlu cermat agar terhindar dari resiko usaha yang bernama kegagalan dalam bentuk kehabisan peluru atau menanggung hutang yang berat untuk kita. Kalau bisa, maksimalnya resiko itu hanya berupa kegagalan dalam bentuk meleset sementara atau belum untung banyak. Kita perlu keberanian melawan ketakutan yang biasanya membisikkan teror: “bagaimana nanti kalau gagal”, “jangan-jangan nanti ….”, dan lain-lain. Selama ketakutan semacam itu belum bisa kita atasi, sebaiknya kita sembunyikan lebih dulu keinginan kita menjadi pengusaha. Kita juga perlu kesiapan mental untuk menumbuhkan bangkitnya kecerdasan yang bernama street smart.

Rabu, 16 April 2008

Tandingan Film FITNA


gak ada hubungan dengan tulisan, foto diatasitu mah Dr Diana ( istrinya Dr Hidayat Nur wahid , Ketua MPR RI )

Download Film Schism
(Tandingan Film Fitna)
Tags: fitna, Islam, kekerasan, schims, teroris
trackback
Allah memberi kita dua mata supaya kita memandang sesuatu tidak dari sudut tertentu tapi kita melihat sesuatu dari berbagai sudut, Allah memberi kita dua telinga supaya kita mendengarkan sesuatu tidak dari satu pihak saja tetapi kita harus mendengarkan dari berbagai pihak, untuk itu mari kita gunakan Mata dan Telinga ini dengan cari yang lebih arif khususnya dalam menyikapi tersebarnya Film Fitna dan Schism, berikut tulisan Seorang blogger asal Arab Saudi membuat film yang mirip film “Fitna.” Film itu diberi judul “Perpecahan/Schism” dan Youtube sempat menghapus video tersebut dari situsnya, silahkan anda baca dan baca
Film “Perpecahan” berdurasi enam menit, dibuat oleh Raid Al-Saeed. “Saya membuat film itu kurang dari 24 jam, ” kata Saeed pada Arab News. Dalam film itu Al-Seed mengambil beberapa teks dalam alkitab yang sengaja ditampilkan dalam konteks yang melenceng-mirip yang dilakukan Wilders dalam film “Fitna”- dan mengaitkannya dengan sosok pemimpin kepemudaan Kristen fundamentalis asal Texas.
Film ini dapat anda saksikan di :http://www.youtube.com/watch?v=rpiccERJaFk
Al-Saeed mengatakan bahwa dirinya tidak bermaksud untuk menyebarkan kebencian terhadap umat Kristen, tapi cuma ingin membuktikan bahwa menilai Islam hanya dari menonton film “Fitna” adalah tindakan yang salah.
“Sangat gampang untuk menyelewengkan bagian-bagian dari kitab suci dari konteksnya dan membuatnya menjadi seperti kitab yang tidak manusiawi. Inilah yang dilakukan Wilders untuk menggalang dukungan atas ideologinya yang penuh kebencian, ” tulis Al-Saeed di akhir videonya.
Saeed juga memposting videonya itu di Youtube dan Youtube sempat menghapus video Saeed dengan alasan video itu melanggar persyaratan yang ditetapkan Youtube. Tapi alasan itu dibalas oleh Saeed dengan mempertanyakan mengapa Youtube menghapus videonya sementara “Fitna” masih dibolehkan tampil di Youtube. Saeed lalu memposting kembali videonya pada 2 Maret kemarin.

QS Al Baqarah : 62


Pada suatu hari bulan November 2006 datanglah sebuah pesan singkat dari
>
> seorang jenderal polisi yang sedang bertugas di Poso menanyakan tentang
>
> maksud ayat 62 surat al-Baqarah. Kata jenderal ini pengertian ayat ini
> penting baginya untuk menghadapi beberapa tersangka kerusuhan yang
> ditangkap di sana. Karena permintaan itu serius, maka saya tidak boleh
> asal menjawab saja, apalagi ini menyangkut masalah besar yang dikalangan para mufassir sendiri belum ada kesepakatan tentang maksud ayat itu. Ayat yang substansinya serupa dapat pula ditemui dalam surat al-Maidah ayat 69 dengan sedikit perdedaan redaksi. Beberapa tafsir saya buka, di antaranya Tafsir al-Azhar karya Hamka yang monumental itu.
>
> Sebenarnya saya cenderung untuk menerima penafsiran Buya Hamka dari sekian tafsir yang pernah saya baca, baik yang klasik maupun yang kontemporer. Dalam perkara ini Hamka bagi saya adalah fenomenal dan revolusioner. Agar lebih runtut, saya kutip dulu makna kedua ayat itu menurut tafsir Hamka.
> Al-Baqarah 62: "Sesungguhnya orang-orang beriman, dan orang-orang yang jadi Yahudi dan Nasrani dan Shabi'in, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian dan beramal yang shalih, maka untuk mereka adalah ganjaran dari sisi Tuhan mereka, dan tidak ada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka akan berdukacita. "
>
> Kemudian al-Maidah 69: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang Yahudi dan (begitu juga) orang Shabi'un, dan Nashara, barangsipa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, dan dia pun mengamalkan yang shalih. Maka tidaklah ada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka akan berdukacita. "
>
> Ikuti penafsiran Hamka berikut: "Inilah janjian yang adil dari Tuhan kepada seluruh manusia, tidak pandang dalam agama yang mana mereka hidup, atau merk apa yang diletakkan kepada diri mereka, namun mereka masing-masing akan mendapat ganjaran atau pahala di sisi Tuhan, sepadan dengan iman dan amal shalih yang telah mereka kerjakan itu. 'Dan tidak ada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka akan berdukacita (ujungayat 62),
>Yang menarik, Hamka dengan santun menolak bahwa ayat telah dihapuskan(mansukh) oleh ayat 85 surat surat Ali 'Imran yang artinya: "Dan barangsiapa yang mencari selain dari Islam menjadi agama, sekali-kalitidaklah tidaklah akan diterima daripadanya. Dan di Hari Akhirat akan termasuk orang-orang yang rugi." (Hlm. 217). Alasan Hamka bahwa ayat ini tidak menghapuskan ayat 62 itu sebagai berikut: "Ayat ini bukanlah
> menghapuskan (nasikh) ayat yang sedang kita tafsirkan ini melainkan memperkuatnya. Sebab hakikat Islam ialah percaya kepada Allah dan Hari Akhirat. Percaya kepada Allah, artinya percaya kepada segala firmannya, segala Rasulnya dengan tidak terkecuali. Termasuk percaya kepada Nabi Muhammad s.a.w. dan hendaklah iman itu diikuti oleh amal yang shalih."
>
> "Kalau dikatakan bahwa ayat ini dinasikhkan oleh ayat 85 surat Ali'Imran itu, yang akan tumbuh ialah fanatik; mengakui diri Islam,walaupun tidak pernah mengamalkannya. Dan surga itu hanya dijamin untuk kita saja. Tetapi kalau kita pahamkan bahwa di antara kedua ayat ini adalah lengkap melengkapi, maka pintu da'wah senantiasa terbuka, dan kedudukan Islam tetap menjadi agama fitrah, tetap (tertulis tetapi)
> dalam kemurniannya, sesuai dengan jiwa asli manusia."
> Tentang neraka, Hamka bertutur: "Dan neraka bukanlah lobang-lobang api yang disediakan di dunia ini bagi siapa yang tidak mau masuk Islam,sebagaimana yang disediakan oleh Dzi Nuwas Raja Yahudi di Yaman Selatan,yang memaksa penduduk Najran memeluk agama Yahudi, padahal mereka telah memegang agama Tauhid. Neraka adalah ancaman di Hari Akhirat esok,karena menolak kebenaran."
>Sikap Hamka yang menolak bahwa ayat 62 al-Baqarah dan ayat 69 al-Maidah telah dimansukhkan oleh ayat 85 surat Ali 'Imran adalah sebuah keberanian seorang mufassir yang rindu melihat dunia ini aman untuk didiami oleh siapa saja, mengaku beragama atau tidak, asal saling menghormati dan saling menjaga pendirian masing-masing. Sepengetahuan saya tidak ada Kitab Suci di muka bumi ini yang memiliki ayat toleransi
>seperti yang diajarkan Alquran. Pemaksaan dalam agama adalah sikap yang anti Alquran (lih. al-Baqarah 256; Yunus 99).
>Terima kasih Buya Hamka, tafsir lain banyak yang sependirian dengan
> Buya, tetapi keterangannya tidak seluas dan seberani yang Buya berikan.
>Saya berharap agar siapa pun akan menghormati otoritas Buya Hamka, sekalipun tidak sependirian.
dr milis sd islam
>
>

Senin, 14 April 2008

ketemu alumni



dalam rangka merintis pembuatan bimbel profesional di masjid salman itb. aku harus bolak-balik ke masjid salman itb, dan hari jumat ketemu dengan seorang alumni Salman al farisi yang sekarang sedang kuliah di SBM ITB yang juga angkatan ke-4 dari smp salman al farisi, bahagia rasanya mendengar cerita-cerita keberhasilan anak-anakku saat di salman al farisi. Ba'da Jumat ketemu lagi dengan alumni ke-5 SD Salman alfarisi yang sekarang menjadi mahasiswa TPB FMIPA ITB . yang ini agak unik karena dengan penampilan baru ternyata mereka lupa , tetapi dengan "clue" blog ini akhirnya dia dapat "menemukan lagi guru SD nya ".
SELAMAT BERGABUNG DENGAN BLOG INI ARIFAHANUM FARIDA DAN RAHMAT KURNIA
TETAP BERUSAHA : MANJADDA WAJADDA

( foto gak ada hubungan dengan tulisan ,,, )