A L U M N I S A F

MEDIA KOMUNIKASI PARA ALUMNI
TK - SD - SMP - SMA SALMAN AL FARISI
GURU - SISWA - KARYAWAN - ORANG TUA

Kamis, 06 September 2007

Rendah, Prestasi Matematika Indonesia


Jumlah Jam Pelajaran dan Prestasi tak Sebanding
BANDUNG, (PR).-Mutu pendidikan Indonesia, terutama dalam mata pelajaran matematika, masihrendah. Data UNESCO menunjukkan, peringkat matematika Indonesia berada dideretan 34 dari 38 negara. Sejauh ini, Indonesia masih belum mampu lepasdari deretan penghuni papan bawah.Hasil penelitian tim Programme of International Student Assessment(PISA) 2001 menunjukkan, Indonesia menempati peringkat ke-9 dari 41negara pada kategori literatur matematika. Sementara itu, menurutpenelitian Trends in International Mathematics and Science Study (TIMMS)1999, matematika Indonesia berada di peringkat ke-34 dari 38 negara(data UNESCO).
Hal itu terungkap dalam konferensi pers The First Symposium on RealisticTeaching in Mathematics di Majelis Guru Besar (MGB) ITB, Jln. SurapatiNo. 1, Bandung, Senin (16/1). "Peringkat Indonesia berada di bawahMalaysia dan Singapura," ujar Drs. Firman Syah Noor, M.Pd., KetuaAsosiasi Guru Matematika Indonesia (AGMI).Padahal, berdasarkan hasil penelitian TIMMS yang dilakukan olehFrederick K. S. Leung pada 2003, jumlah jam pengajaran matematika diIndonesia jauh lebih banyak dibandingkan Malaysia dan Singapura.
Dalamsatu tahun, siswa kelas 8 di Indonesia rata-rata mendapat 169 jam pelajaran matematika. Sementara di Malaysia hanya mendapat 120 jam dan Singapura 112 jam.Namun, hasil penelitian yang dipublikasikan di Jakarta pada 21 Desember2006 itu menyebutkan, prestasi Indonesia berada jauh di bawah keduanegara tersebut. Prestasi matematika siswa Indonesia hanya menembus skor rata-rata 411. Sementara itu, Malaysia mencapai 508 dan Singapura 605(400 = rendah, 475 = menengah, 550 = tinggi, dan 625 = tingkat lanjut)."Waktu yang dihabiskan siswa Indonesia di sekolah tidak sebanding denganprestasi yang diraih. Itu artinya, ada sesuatu dengan metode pengajaranmatematika di negara ini, seperti yang ditemukan dalam penelitianFrederick dari TIMMS," tutur Firman.Dalam penelitian itu, Frederick yang berasal dari The University ofHongkong menyebutkan, mayoritas soal yang diberikan guru matematika diIndonesia terlalu kaku. Umumnya, siswa di Indonesia lebih banyakmengerjakan soal yang diekspresikan dalam bahasa dan simbol matematikayang diset dalam konteks yang jauh dari realitas kehidupan sehari-hari."Akibatnya, siswa sering kali merasa bosan dan menganggap matematikasebagai pelajaran yang tidak menyenangkan. Mereka pun tidak mampumenerapkan teori di sekolah untuk memecahkan masalah dalam kehidupansehari-hari, " ujar Firman.Oleh karena itu, menurut dia, sudah saatnya guru matematika membukaparadigma baru dalam pola pengajaran matematika di kelas. Dia menilai,lebih baik jika matematika diberikan dengan pendekatan realita."Dengan menggunakan contoh kasus sehari-hari diharapkan bisa memunculkankesadaran siswa akan pentingnya matematika dalam kehidupan. Sehinggakelak bisa mendorong untuk meningkatkan motivasi siswa untuk belajarmatematika," tutur Firman, yang sehari-hari mengajar di SMAN 3 Bandung.